Antar Saya Pulang…!

“Cukup malam ini saja, aku titipkan keluh kesahku di pundakmu” kata bapak ojol.

Tubuhnya yang ringkih, terasa tidak kuat menahan angin malam. Gerimis malam ini juga menambah ripuh kondisi tubuhnya. Di tengah cuaca yang tidak bersahabat, bapak ojol tidak berhenti menerima pesanan setiap penumpang yang akan diantar. Mata hitam yang mulai memudar dengan kepala yang ditutup helem, mulut ditutup masker, menjadi alat kesigapan menemani para penumpang ke setiap tujuan.  

Suaramu bapak ojol bergetar “ini arahnya sudah sesuai titik yah pak”

“Sudah pak, kita lewat stasiun Cawang saja pak, lebih dekat” kataku. Kami langsung meluncur sesuai tujuan di maps. Angin malam tidak seperti biasanya, siut angin di antara pohon Taman Tebet, sangat kencang. Ranting-ranting pohon bergoyang dan dahan-dahan saling bergesekan dan berderit.

perjalanan malam ini mengkhawatirkan, perbincangan di antara kami mulai hangat dan laju motor yang begitu pelan dan mengamati pohon-pohon di sekitar kami.

"Mas kerja di sini, yah ?" kata bapak ojol.

"Iya pak, baru beberapa bulan" Kataku

"Ini bapak mau pulang ke rumah atau kosan mas" timpal bapak ojol. Bapak ojolnya semakin penasaran, ingin menggali informasi tertentu diriku.

"saya tinggal di rumah pimpinan pak, sementara waktu sampai pekerjaanku selesai"

"Emangnya mas tinggal di mana"

"Saya tinggalnya di Bogor pak, asal saya Sulawesi Selatan"

"Makassar, pak ya?" Pada umumnya orang luar Sulawesi Selatan, lebih tahu Makassar dari pada Sulawesi Selatan.

"Iya pak, asal saya dari pulau yang mirip huruf 'K' itu pak. Bapak udah lama jadi narik ojek online ?" saya berusaha nanya balik ke bapak ojolnya supaya tidak pasif.

"Sudah lumayan pak, baru sekitar empat tahun" kata bapak ojolnya.

"udah cukup lama pak yah, emang bapak tidak punya anak pak yang bantu bapak kerja?"

"Ada mas, yah itu, sudah pada berkeluarga semua. Dan, semuanya di luar Jakarta, ada tinggal di Lampung dan di Surabaya Mas"

"Wah, jauh-jauh pak yah"

"iya mas, semua ikut suami mas"

"jadi bapak tinggal sama siapa, pak?"

"sama istri mas"

"anak-anaknya, nggak pernah pernah kunjungi pak?"

"Paling sekali setahun mas, pas hari raya idul fitri itu. Tapi, tahun ini mereka tidak ada yang pulang karena pandemi"

"Iya pak, saya juga sudah tahun lebih juga tidak pulang. Pandemi ini membuat kita tidak bisa berkunjung ke keluarga. Semuanya juga serba mahal dan ribet pak, urus surat-suratnya"

"Iya mas, harus swab antigen lagi, harga juga mahal pak, Kalau pulang habis berapa ke Makassar pak?"

"Yah, paling sedikit habis sekitar 5 juta pak PP, biasanya cuma habis 2 jutaan. Sekarang serba sulit sih pak" saya menjelaskan sembari mengeluh, tak sengaja curhat colongan.

"iya mas, sekarang orderan juga sangat sepi, saya juga hanya bisa dapat Rp. 50.000 sehari"

Dari obrolan yang hangat di antara kami, kami lupa belok kiri ke stasiun Cawang. Kami terus melaju ke arah tugu Pancoran. Pada akhirnya kami harus memutar jauh, ke arah rumah pimpinanku. Jika, sesuai jalur normal dan tanpa macet, perjalanan hanya bisa ditempuh sebelas menit. Dengan jalur yang memutar, kami harus menempuh perjalanan harus menempuh perjalanan tiga puluh menit.

"Pak, sepertinya kita salah jalan pak" kataku

"Ngak, apa-apa mas, kita lanjut saja, nanti di depan bisa mutar, hanya sedikit lebih jauh" kata bapak ojol, sembari tersenyum". Salah jalan di Jakarta, bisa jadi kita harus memutar lebih jauh, beruntung kalau tidak macet. perjalanan bisa lebih cepat.

"Apa Rp. 60.000 sehari, cukup untuk biaya hidup, pak"

"Udah pasti tidak cukuplah mas, harus gimana lagi mas, dari pada tinggal di rumah, bengong"

"Sebelumnya, kerja apa pak?" Saya bertanya penasaran.

"Saya hanya bekas buruh bangunan, mas. Saya rasa, tenaga saya sudah tidak sanggup mengangkat beban yang berat. Narik ojek online ini kesempatan beralih pekerjaan. Awal-awal pendapatan cukup lumayan mas, sehari bisa dapat Rp 200.000 di tambah lagi bonus-bonusnya. Sekarang mah, hanya mengandalkan bayaran dari hasil narik penumpang mas. Itu juga harus dipotong 20 % dari tarif aplikasi mas"

"Besar juga yah pak, potongannya yah pak"

"Iya mas"

"Selain ngojek pak, ada pekerjaan lain pak?"

"Tidak ada mas, saya cuma ngandalkan ngojek doang"

"Sudah berapa orderan hari ini pak?

"Udah lumayan hari ini pak, sudah dapat 8 penumpang dari siang pak"

"Apa itu udah cukup pak?"

"udah mas, udah capek rasanya mas" Usia bapak ojolnya sudah menginjak 56 tahun.

"Habis ini balik pak? Rumah bapak di sekitar mana pak?
"Tidak jauh dari sini Pak, Masih daerah pancoran juga"

Sejenak, obrolan kami terhenti. Suara kendaraan di antara kami kian menderu. Saya juga berusaha mencari bahan obrolan. tiba-tiba bapak ojolnya mengajukan pertanyaan paling sayang ingin dari.

"kamu udah nikah, mas?"

"Belum pak, masih senang sendiri Pak. Dan, belum ada perempuan yang bersedia hidup bersama dengan saya pak"

"Sabar mas, mungkin jodohnya belum ketemu, tutup botol tidak pernah tertukar mas dengan botolnya"

"Amiin pak, mungkin jodoh saya belum lahir pak"

"hahahaha, ada-ada aja mas, yang benar itu, jodoh mas masih bersama orang lain. Emang, usia masnya sudah berapa ?"

"Sudah 32 Tahun, Pak"

"Masih, Muda mas, saran saya berkarir saja dulu, mas. Mumpung masih muda"

"iya juga sih, pak. Rencana masih pengen kuliah lagi pak"

"Wah mantap mas, apa tidak bosan kuliah mas? "

"hehe yah, gimana pak, tuntutan kerja juga pak"

"Ouh, Masnya kerja apa"

"ngajar Pak"

Obrolan kami harus berhenti, tempat tinggal saya sudah hampir sampai. saya buka HP, buka aplikasi Ojol, saya rencanannya akan memberi tip ke bapak ojolnya. Ternyata, tidak bisa mengirim tip dengan menggunakan aplikasi merah, harusnya menggunakan aplikasi biru toska. Saya berpikir untuk memberinya uang cas. Biaya ojol Rp. 7.000 dengan voucher diskon 50 %, yang harusnya saya bayar Rp. 14.000 Saya merasa bersalah menggunakan voucher tersebut. Kasihan jatah bapak ojolnya semakin sedikit dengan jarak yang begitu jauh memutar, harus menempuh lebih lama dari jalan yang seharusnya.

"di depan kanan pak" saya menunjuk ke perempatan yang di depan kami. Akhirnya, kami tiba di tempat tujuan

"Terima kasih, pak"

"Sama-sama mas"

Saya membuka dompet, untuk diberikan kepada bapak ojolnya, dompetku pun ternyata kosong, hanya terisi Rp. 2.000., saya belum sempat menarik uang tunai. Bapaknya, memutar motornya sembari melambaikan tangan. Matanya menyempit, menunjukkan senyumnya yang ditutupi dengan masker.

Saya juga turut melambaikan tangan "hati-hati pak, selamat sampai rumah"

Saya berharap, akan ketemu lagi bapak ojolnya. Terima kasih telah mengantar saya sampai tujuan, semoga setiap tetes keringat yang bercucuran dibalas dengan rezeki yang melimpah. Kita hanya beda profesi, beda umur. Sudah seharusnya, aku malu bapak ojolnya. Saya masih muda kerap kali mengeluh dengan tekanan-tekanan pekerjaan. Di luar sana, masih banyak orang butuh pekerjaan, tapi tidak mendapatkannya. Lalu, sekeras apa kita harus bekerja ? mensyukuri pekerjaan yang kita lakoni. Ya, Pekerjaan bukan soal apa yang kita dapatkan. Tapi, seberapa tulus kita melakoninya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *